Monday, January 30, 2017

Strategi Kepala Sekolah dalam Membagi Peran dalam Mendidik Anak

Oleh: Peparing E. Ilahi


Pendidikan adalah senjata paling mematikan,
karena dengan itu Anda akan
dapat mengubah dunia

Begitulah bunyi kutipan motivasi yang selalu di kobarkan oleh para orang tua dan para guru. Tujuan dari kutipan ini tidak lain adalah lontaran para orang tua maupun guru kepada anaknya untuk menguatkan kembali betapa pentingnya sebuah pendidikan.

Setiap keluarga khususnya para orang tua mempunyai cara tersendiri untuk memberikan kontribusi penguatan pendidikan anak. Salah satunya di Sekolahan Madrasah Ibtida’iyah (MI) KHM. Kholil yang berada di kawasan Surabaya Utara, Orang tua berkacamata yang juga berprofesi sebagai Kepala Sekolah itu terlihat berdiri di depan pintu ruangan kantor sambil mengawasi para guru yang menjaga Ujian Akhir Madrasah (UAM). Saat di tanya betapa penting dan bagaimana penguatan peran keluarga dalam pendidikan anak, beliau Bapak Drs. H.M. Yatimun, MM mengungkapkan “sangat penting sekali bahkan hukumnya seperti wajib, karena kita sebagai orang tua tidak cukup untuk mendidik menyekolahkan ke sebuah Lembaga Formal seperti sekolah yang hanya berdurasi paling lama maksimal 6 jam, jadi kita harus ada kontrol baik itu kegiatan di rumah ataupun di sekolah. Apalagi pada anak usia dini, kita harus mengutamakan pengembangan karakter sang anak baik itu di dalam Kegiatan Belajar di sekolah maupun kegiatan di luar sekolah.” ujarnya.

Dengan suasana sekolah pada hari senin (18/04) yang sangat kondusif karena memang ada Ujian Akhir Madrasah (UAM). Di saat waktu menunjukkan pukul 08.00 WIB, beliau mempersilahkan saya masuk ke ruangan kantor berukuran persegi empat, kemudian mempersilahkan duduk dan menyuguhkan minuman teh hangat yang sudah ada di meja. Pria berkacamata yang akrab di sapa Abah itu kembali mengungkapkan “Mas, mendidik anak itu tak hanya cukup di sekolah formal, karena sistem pendidikan kita di Indonesia masih mencari pola, seperti perubahan kurikulum, pergantian daripada menteri, jadi tidak cukup menitipkan anak ke sekolah. Maka di sinilah letak peran keluarga khususnya orang tua harus lebih dominan dan lebih di kuatkan ke pendidikan informal dan non formalnya si anak meskipun di satu sisi peran guru, orang tua, masyarakat dan pemerintah tetap saling bersinergi.” ungkapnya.

“Kemudian seperti saya di sekolah menjadi guru apalagi sudah di percaya menjadi Kepala Sekolah di MI dan Ketua di STAI Taswirul Afkar, otomatis secara tidak langsung waktu sudah tersita banyak di Lembaga Formal, padahal saya juga punya anak yang masih SMP, apakah kemudian saya membiarkan proses pendidikan mereka tanpa di kontrol? Tentu tidak Mas. Kemudian di sinilah letak penguatan peran keluarga dalam pendidikan anak. Kita sebagai orang tua harus mempunyai strategi, artinya kedua orang tua harus membagi peran, saya sebagai orang tua laki di sekolah bertugas mencerdaskan anak bangsa sedangkan si ibu sebagai orang tua perempuan bertugas mendidik dan mengontrol proses belajarnya anak, karena zaman sekarang kalau tidak di kontrol si anak akan mengikuti pergaulan yang bebasnya luar biasa, lihat saja sekarang marak tawuran antar pelajar, anak SD menjadi kurir Narkoba dan lain sebagainya.” ujarnya kembali, sesekali meneguk teh hangat yang ada di depannya.

Sementara seperti di era global saat ini, dunia informasi dan teknologi, media komunikasi, media sosial yang semakin terbuka dan menjamur tentu hal ini tak pelak menjadi tantangan serius di dunia pendidikan kita, semakin maju perkembangan dunia informasi dan teknologi mempunyai dampak tersendiri bagi perkembangan individu dalam pembentukan karakternya. Terlepas dari sisi positifnya ada juga sisi negatifnya mengenai semakin terbuka dan menjamurnya dunia informasi dan teknologi saat ini. Saat di tanya, Bagaimana cara abah selaku kepala keluarga untuk mensiasati supaya anak nantinya tidak kecanduan atau tidak over ketika sudah mengenal dunia teknologi dan informasi seperti memegang smartphone, membuka akses internet yang tidak mempunyai nilai edukasi, main game online, terlepas dari sisi positifnya? “Pertama, ketika anak kita sudah terlanjur mengenal teknologi yang semakin canggih ini, kita harus membatasi pemakaiannya dan harus di dampingi, artinya harus ada jadwal kapan anak membuka internet dan pegang smartphone, kedua kita harus memberikan informasi yang bersifat edukasi misalnya memberikan pencerahan tentang penggunaan smartphone atau gadget yang baik, dampak positifnya seperti apa dan dampak negatifnya jika berlebihan menggunakannya.” ungkap beliau sambil melihat jam di tangan kirinya yang sudah menunjukkan pukul. 10.00 WIB.

“Jadi inti dari kesemuanya, pendidikan si anak tidak lepas dari penguatan peran keluarga meskipun disatu sisi membutuhkan sinergitas antar beberapa elemen semisal guru, pemerintah dan masyarakat. Para keluarga khususnya orang tua jangan sampai ada mis komunikasi dengan para guru di seolah karena dengan seringnya kita berkomunikasi dengan guru maka akan mempermudah kita untuk mengontrol dan mengawasi proses pendidikan anak kita”, pungkas Abah Yatimun sambil berdiri dari duduknya karena mau ada rapat dewan guru.[] 


EmoticonEmoticon