Sunday, February 12, 2017

Cara Melacak Kosa-Kata Asing dalam al-Qur'an


Kontributor: Moh. Irfan Hasani
Pasukan Laut  - "Langit mana yang akan menaungiku dan bumi mana yang berkenan untuk kupijak, bila aku menjelaskan sesuatu dari al-Qur'an yang belum aku pahami"


Pernyataan ini dilontarkan oleh Sahabat Abu Bakar ketika ditanya tentang makna ayat : وَفَاكِهَةً وَأَبًّا (QS. Abasa [80]: 31). Hal ini menunjukkan sikap kehati-hatian beliau dalam memahami kandungan al-Qur'an.

Urgensi Memahami Gharib
Gharib secara etimologis berarti asing. Dalam terminologi ilmu al-Qur'an, gharib bermakna kata yang maknanya sulit diketahui. "Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk berbicara tentang al-Qur'an kecuali bila ia telah menguasai Bahasa Arab". Demikian Imam Mujahid menuturkan dan mengisyaratkan urgensi memahami setiap kosa kata dalam al-Qur'an.

Mengetahui kosa kata gharib dalam al-Qur'an adalah syarat mutlak bagi seorang mufassir. Mereka dituntut untuk memahami dengan cermat setiap lafal al-Qur'an. Hal itu dikarenakan tidak semua lafal yang ada dalam al-Qur'an dapat langsung dipahami dan dimengerti. Banyak kosa kata yang tidak familiar, bahkan di kalangan orang Arab sendiri.

Bahkan sekaliber Sahabat Ibnu Abbas baru mengerti kata فَاطِر dalam ayat فَاطِر السَّمَوَات setelah menyaksikan dua orang badui yang bersengketa atas kepemilikan sebuah sumur. Salah satu di antara mereka berkata: أَنَا فَطَرْتُهَا (aku membuatnya). Selain kata فاطر ada beberapa kosa kata lain yang tidak diketahui artinya oleh Ibnu Abbas. Beliau berkata, "Aku mengerti seluruh kata al-Qur'an kecuali empat kata حنان ,غسلين ,أواه, dan الرقيم

Para generasi salafush-shalih banyak yang enggan menafsiri ayat al-Qur'an karena khawatir akan terjadi kesalahan fatal yang akan menjauhkan Kalamul-Lah dari arti dan maksud yang sesungguhnya. Imam al-Ashmu'i (w. 216 H) yang dikenal penyair terbama dan ahli bahasa tidak berani menafsiri kata-kata gharib. Dalam sebuah riwayat, al-Ashmu'i ditanya akan arti قد شغفها حبا dalam ayat 30 Surat Yusuf:

فَدْ شَغَفَهَا حُبًّا إِنَّا لَنَرَىْهَا قِي ضَللٍ مُبِيْن

Beliau tidak menjawabnya dan berkata, "Ini ayat suci al-Qur'an". Kemudian menuturkan sebuah dialog orang Arab saat akan membeli hamba sahaya:

أَتَبِيْعُوْنَهَا وَهِيَ لَكُمْ شَغَاف

Apakah kalian akan menjualnya, padahal ia masih syagaf [suka, senang] kepada kalian?)

Al-Ashmu'i hanya menuturkan hal itu, tidak berani menafsiri. Karena dimungkinkan kata شغاف dalam dialog tersebut berbeda arti dengan شغاف pada ayat di atas

Memahami kosa kata asing di dalam al-Qur'an tidak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh proses penelitian. Diriwayatkan oleh Sahabat Abu Hurairah. Rasulullah--shallal-Lahu 'alaihi wasallam-- bersabda, "Pahamilah makna-makna al-Qur'an dan carilah (arti) lafal-lafal asingnya". (HR. al-Baihaqi).

Setidaknya ada dua poin yang dapat diuraikan dalam Hadis ini. Pertama, meski al-Qur'an diturunkan dengan menggunakan Bahasa Arab, tidak serta merta secara langsung dapat dipahami oleh orang Arab. Kedua, bentuk kata perintah (amr) yang dinyatakan dalam Hadis ini bila menggunakan kaidah al-amru lil-wujub, maka menunjukkan pentingnya memahami lafal-lafal gharib dalam al-Qur'an. Selain itu, Sahabat Ibnu Umar meriwayatkan sebuah Hadis Rasulullah, "Barang siapa yang membaca al-Qur'an dengan meng-i'rab-nya, maka dari setiap huruf ia mendapatkan dua puluh kebaikan (pahala). Dan barang siapa membaca al-Qur'an tanpa i'rab, maka dari setiap huruf dia mendapatkan sepuluh kebaikan".

Yang dimaksud i'rab dalam Hadis tersebut bukanlah i'rab yang dikenal dalam gramatika Arab (nahwu), melainkan memahami makna setiap kata yang dibaca.

Penelusuran Kata Gharib
Salah satu cara untuk mencerna maksud dari kata gharib yakni dengan cara menelusurinya di dalam syair-syair Arab. Abu Bakar al-Anbari menegaskan bahwa tidak sedikit dari kalangan sahabat Nabi dan tabi'in yang menelusuri arti kata gharib melalui gubahan-gubahan syair Arab. Namun sebagian ulama sama sekali tidak membenarkannya dengan dalih, jika hal itu dilakukan maka berarti kedudukan syair menjadi dasar bagi al-Qur'an.

Kendati demikian asumsi ini sangat lemah. Menelusuri kata gharib melalui syair bertujuan untuk menjelaskan dan menyingkap arti kata, bukan memposisikan syair sebagai dasar al-Qur'an. Hal ini dipertegas oleh Sahabat Ibnu Abbas, "Bila kalian bertanya kepadaku tentang arti kata gharib al-Qur'an, maka carilah dalam syair, sebab syair adalah dokumen bahasa bagi Bangsa Arab."

Suatu ketika, Sahabat Ibnu Abbas dikerumuni oleh para pecinta al-Qur'an. Pertanyaan pun silih berganti dari lisan mereka diajukan kepada beliau terkait ayat-ayat suci al-Qur'an. Dari kejauhan, Nafi' bin al-Azraq melihatnya dan mengajak temannya Najdah bin Nuwairim untuk menemuinya, "Bangun! Mari kita menghampiri orang itu yang berani menjelaskan padahal ia tidak tahu sama sekali". Mereka pun melangkah menuju Sahabat Ibnu Abbas dan berkata, "Kami ingin mengajukan beberapa pertanyaan tentang arti kata dari ayat dari Kitab Allah. Maka jelaskan kepada kami serta berikan persamaan dari kalimat-kalimat Arab, karena Allah menurunkan al-Qur'an dengan lisan (bahasa) Arab yang jelas."

"Silakan tanyakan apa saja!", tegas Ibnu Abbas.

"Jelaskan kepadaku arti kata عزين dalam ayat:

عَنِ اليَمِيْنِ وَعَنِ الشِّمَالِ عِزِيْن

" 'izin adalah kerumunan melingkar (mengitari)", jawab beliau. Dengan sangat heran, Nafi' al-Azraq kembali bertanya, "Apakah orang Arab tahu akan hal itu?"
"Tidakkah kau mendengar gubahan syair:

فَجَاؤُوْ يَهْرَعُوْنَ إلَيْهِ حَتَّى # يَكُوْنُوْا بَيْنَ مِنْبَرِهِ عِزِيْنًا

"Mereka bergegas datang hingga # mereka mengitari sekeliling minbarnya."

Setelah mendengar jawaban tersebut, Nafi' mengajukan pertanyaan lagi kepada Sahabat Ibnu Abbas tentang arti kata al-wasilah dalam ayat وَابْتَغِ إِلَيْهِ الوَسِيْلَة

"Al-wasilah berarti butuh atau minat", jawab beliau.

"Tahukah orang Arab akan hal itu?", Nafi' menimpali.

"Tidakkah kau mendengar syair yang digubah oleh Antarah:

ْأَنَّ الرِّجَالَ لَهُمْ إلَيْكَ وَسِيْلَةً # أَنْ يَأْخُذُوْكَ تَكَجَّلِي وَتَخَضِّي

"Sebenarnya para lelaki itu berminat untuk # mendapatkanmu. Pakailah celak mata dan warnailah kukumu."

Hampir dua ratus pertanyaan yang diajukan kepada Nafi' bin al-Azraq kepada Sahabat Ibnu Abbas. Dan seluruh jawaban disertai gubahan syair era jahiliyah ataupun era Islam.

Jawaban Ibnu Abbas dengan menjadikan syair sebagai landasan tidaklah ganjil. Sebab, al-Qur'an diturunkan dengan Bahasa Arab. Sehingga, logikanya, ketika dijumpai kesulitan dalam memahami arti kata dalam al-Qur'an, tentunya dokumentask bahasa orang-orang Arab (syair) sebagai landasan utama.

Adanya kosa kata yang sulit diketahui artinya (gharib) dalam al-Qur'an, tidak sampai merusak kefasihan bahasa al-Qur'an yang telah mencapai titik kesempurnaan. Sebab kosa kata gharib dalam al-Qur'an adalah kosa kata yang sulit diartikan kecuali ada riwayat yang valid, bukan kosa kata gharib yang tidak enak untuk diucapkan. Imam al-Uzayyizi dan gurunya, Imam Ibnu al-Anbari merangkum beberapa kosa kata asing al-Qur'an selama lima belas tahun kemudian dibukukan dalam sebuah kitab yang berjudul al-Uzayyizi.[]


EmoticonEmoticon